LAPORAN
PRAKTIK KERJA LAPANGAN 1
MANAJEMEN
PEMELIHARAAN SAPI PERAH
PT KARYA ANUGERAH RUMPIN (KAR)
BOGOR- JAWA BARAT
AZHARI AKBAR J3I112017
DHANNY PRASETYO J3I112054
NYOMAN WIDIASE J3I212108
PROGRAM KEAHLIAN TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN
TERNAK
PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul : Manajemen Pemeliharaan Sapi Perah PT Karya Anugerah Rumpin
Nama/NIM : Azhari
Akbar J3I112017
Dhanny Prasetyo J3I112054
Nyoman Widiase J3I212108
Program Keahlian : Teknologi
dan Manajemen Ternak
Disetujui
oleh,
Ir Andi Murfi, MSi
Pembimbing
Diketahui oleh,
Dr Ir Bagus Priyo Purwanto, MAgr Ir Andi Murfi, Msi
Direktur Koordinator Program Keahlian
PRAKATA
Puji
syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan laporan Praktik Kerja Lapangan yang berjudul
Manajemen Pemeliharaan Sapi Perah di PT Karya Anugerah Rumpin Bogor, Jawa
Barat. Laporan ini berisi data dan hasil Praktik Kerja Lapangan I yang
dilakukan selama empat minggu di PT Karya Anugerah Rumpin Bogor.
Kami mengucapkan banyak terima kasih
atas doa dan dukungan yang telah diberikan terutama kepada:
1.
Kedua Orang Tua yang telah memberikan dukungan
moral dan doa,
2.
Bapak Sigit Purnomo selaku
Koordinator Pembimbing Lapangan dan seluruh staff dan karyawan PT Karya Anugerah Rumpin,
3.
Ir Andi
Murfi MSi selaku Koordinator Program Keahlian Teknologi dan Manajemen Ternak dan
pembimbing,
- Ibu Yuni Resti yang membimbing penulis dengan penuh tanggung jawab dan sabar,
- Rekan-rekan mahasiswa jurusan Teknologi dan Manajemen Ternak Diploma IPB angkatan 49, karena dapat bekerja sama dengan baik dan banyak memberi inspirasi.
Penulis menyadari akan
ketidaksempurnaan dalam penulisan laporan ini. Semoga laporan ini bermanfaat
untuk semua orang, khususnya mahasiswa program keahlian Teknologi dan Manajemen
Ternak.
Bogor,
Januari 2015
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sapi perah merupakan salah satu
penghasil protein hewani yang sangat penting. Tujuan utama pemeliharaan sapi
perah adalah pemanfaatan hasil produksi susu yang melebihi kebutuhan untuk
anaknya sebagai pemenuhan kebutuhan protein hewani tubuh manusia. Susu yang
dihasilkan sapi perah kaya akan zat gizi dan dibutuhkan oleh tubuh sebagai zat
pembangun terutama pada masa pertumbuhan. Pertumbuhan populasi sapi perah dari
tahun ketahun rata-rata meningkat, akan tetapi peningkatannya tidak setinggi
pada ternak unggas. Saat ini dibutuhkan suatu metode yang tepat dalam membangun
subsektor peternakan khususnya mengenai komoditas sapi perah.
Pengembangan sapi perah dapat
dilakukan dengan cara meningkatkan produktivitas sapi perah baik dari segi
teknis maupun dari segi ekonomis. Produktivitas ternak sapi perah harus dipacu
untuk dapat ditingkatkan, diantaranya manajemen reproduksi dan manajemen pakan.
Hal tersebut dikarenakan besarnya produksi susu ditentukan oleh keberhasilan
program-program reproduksi dan manajemen pakan yang balance (seimbang) baik dari segi kuantitas
maupun kualitas.
Kisaran pasar industri susu di
Indonesia masih cukup besar dan sangat potensial dimana konsumsi susu di
Indonesia saat ini masih rendah dibandingkan dengan negara Asia lainnya.
Berdasarkan data statistik nasional konsumsi susu negara pada tahun 2012,
konsumsi susu Indonesia hanya 14.6 liter/kapita/tahun. Jika dibandingkan dengan
Malaysia dan Filipina yang mencapai 22.1 liter, Thailand 33.7 liter, dan India
yang mencapai 42.08 liter/kapita/tahun, Indonesia masih tergolong rendah dalam
mengonsumsi susu.
Data tersebut memperlihatkan
bahwa masih ada peluang untuk meningkatkan produksi sehingga dapat memenuhi
permintaan susu nasional. Peningkatan produksi susu dapat terjadi jika
manajemen pemeliharaan sapi perah dilakukan dengan baik. Oleh karena itu kami
melakukan Praktik Kerja Lapangan pada PT Karya Anugerah Rumpin Unit Sapi Perah
selama empat minggu dengan tujuan dapat menambah pengetahuan dan wawasan
mengenai pemeliharaan sapi perah.
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktik kerja lapangan ini adalah untuk memberikan
wawasan dan pengalaman mengenai peternakan sapi perah skala industri,
mempelajari dan menyelesaikan persoalan yang ada dalam pemeliharaan sapi perah serta
mengenalkan budaya kerja serta mendapatkan informasi dan pengetahuan baru dalam
bidang peternakan.
2 METODE
2.1 Waktu dan Tempat
Praktik Kerja Lapangan
I dilaksanakan selama empat minggu dimulai pada tanggal 23 Juni - 19 Juli 2013.
Lokasi yang menjadi tempat pelaksanaan PKL merupakan perusahaan peternakan sapi
perah PT Karya Anugerah Rumpin, Desa Cibodas Kec. Rumpin, Kab. Bogor, Jawa
Barat Indonesia.
2.2 Metode Pelaksanaan
Metode yang digunakan
pada pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan (PKL) adalah melakukan aktivitas di
perusahaan secara langsung sesuai dengan jadwal dan batasan yang telah
ditetapkan, melakukan pengumpulan data melalui pengamatan, dan diskusi dengan
karyawan di PT KAR terkait manajemen pemeliharaan sapi perah.
3 KEADAAN UMUM
3.1 Sejarah Perusahaan
PT. Karya Anugerah Rumpin
(PT.KAR) didirikan pada tahun 2001 oleh bapak Karnadi Winaga. Awalnya
perusahaan ini bernama RPH Rumpin 99 yang bergerak dibidang pemotongan hewan (abattoir). Feedlot sendiri terbentuk seiring berjalannya RPH Rumpin 99,
diawali dengan 2 ekor sapi yang dipelihara di belakang RPH kemudian terus
berkembang hingga bisa memelihara lebih dari 3000 ekor sapi seperti saat ini.
PT KAR tidak hanya bergerak di bidang feedlot
dan abattoir saja tetapi juga
bergerak dalam pembibitan (breeding)
dan sapi perah (dairy cattle).
PT KAR semakin melebarkan sayapnya
dengan mendukung program swasembada daging sapi dan peningkatan mutu genetik
sapi lokal. Oleh karena itu, PT KAR bekerjasama dengan BET Cipelang, BIB Singosari,
dan Biotek LIPI Cibinong untuk dapat menjalankan program tersebut dengan baik,. Sapi
yang dikembangkan di sini hanya sapi lokal saja yang tujuannya adalah
memperbaiki mutu genetik sapi lokal tersebut. Seiring perkembangan dari divisi breeding, pada tahun 2007 dibentuk
divisi perah atau dairy farm untuk memenuhi
kebutuhan susu pedet. Seiring dengan perkembangannya yang pesat, produksi
susu yang dihasilkan pun melebihi kebutuhan sehingga akhirnya susu tersebut
dijual dan ternyata memberi keuntungan terhadap perusahaan dan akhirnya PT KAR
terus mengembangkan potensi dari sapi perah hingga saat ini
3.2 Lokasi dan Tata Letak
PT Karya Anugerah Rumpin (PT
KAR) terletak di Desa Cibodas Paranje No 99 Kecamatan Rumpin Kabupaten
Bogor-Jawa Barat. Batas wilayah perusahaan ini dibagi menjadi 2 desa yaitu
Desa Cibodas dan Desa Rabak. Desa Cibodas memiliki batasan wilayah
yang diantaranya yaitu pada bagian Utara berbatasan dengan jalan Desa
Cibodas, bagian Timur berbatasan dengan
wilayah PTP Cibodas, bagian Selatan berbatasan dengan PTP Cibodas dan bagian
barat berbatasan dengan sungai Citempuan. Sedangkan Desa Rabak memiliki batas
wilayah yang diantaranya yaitu pada bagian Utara berbatasan dengan jalan Desa
Rabak, Selatan berbatasan dengan Desa Kampung Baru, Timur berbatasan dengan
sungai Citempuan dan Barat berbatasan dengan jalan Desa Kampung Baru. Lokasi
peternakan dapat dilihat pada Gambar 1.
3.3 Struktur Organisasi
PT KAR dipimpin oleh seorang manager
farm yang dibantu oleh beberapa orang supervisor. Setiap bagian terdapat
satu orang supervisior yang bertanggung jawab atas operator disetiap bagian.
Struktur organisasi di PT KAR dapat dilihat pada Lampiran 1.
3.4 Ketenagakerjaan
Usaha
peternakan sapi perah modern harus mempunyai tenaga kerja yang terampil dan
berpengalaman. Tenaga kerja yang terdapat pada PT KAR berjumlah 128 orang yang
di dalamnya sudah termasuk staf dan
karyawan. Jumlah tersebut merupakan jumlah tenaga kerja pada sapi perah
dan sapi potong. Jam kerja dimulai pada pukul 07.00–16.00 WIB dengan jeda waktu
istirahat pukul 12.00–13.00 WIB.
PT
Karya Anugerah Rumpin memiliki karyawan tetap dan karyawan harian. Pembayaran
gaji karyawan tetap dilakukan sebulan sekali dan mendapatkan gaji sebesar Upah
Minimum Regional (UMR) Kabupaten Bogor yaitu Rp2 242 242 sedangkan pembayaran
gaji karyawan harian dibayar setiap minggu pada hari Sabtu.
4 SARANA PRODUKSI
4.1 Luas Lahan dan Penggunaannya
PT Karya Anugerah
Rumpin memiliki luas lahan sebesar 12.8 ha, yang penggunaannya dibagi dua
kompleks yaitu Desa Rabak seluas 5 ha dan Desa Cibodas 1.1 ha, sisa luasan
tersebut dibangun kandang baru dan lahan hijauan (jagung). Kedua kompleks tersebut memiliki penggunaan
lahan untuk kantor, kandang, mess
pegawai, jalan dan lain-lain.
4.2 Jumlah dan Komposisi Sapi
Sapi perah yang
terdapat pada PT KAR umumnya merupakan sapi perah jenis peranakan FH atau Fries Holland. Jumlah dan komposisi sapi
yang terdapat pada PT KAR per tanggal 1 Juli 2014 dapat dilihat pada Tabel 1.
Status ternak
|
Jumlah
(Ekor)
|
Sauan Ternak
(ST)
|
Persentase ST
(%)
|
Sapi Jantan
|
2
|
2
|
1.4
|
Pedet
|
49
|
12.25
|
35.7
|
Sapi Dara
|
13
|
6.5
|
9.5
|
Sapi Bunting Kering
|
15
|
15
|
10.9
|
Sapi Laktasi
|
58
|
58
|
42.5
|
Jumlah
|
137
|
93.75
|
100
|
Sumber : PT Karya Anugerah Rumpin, 2013
Komposisi ternak sapi perah di PT Karya Anugerah Rumpin belum cukup
baik, hal ini dapat dilihat dari persentase sapi laktasi yang kurang dari 60%.
Menurut Sudono et al., (2003),
persentase sapi laktasi di suatu peternakan harus mencapai 60%. Produksi susu
yang dihasilkan d PT KAR mencapai 300 liter per hari sehingga produksi susu
rata-rata sapi laktasi sebesar 5.2 liter per ekor per harinya. Suatu peternakan
dikatakan baik jika produksi rata-rata per harinya mencapai 10 liter (Sudono, et al., 2003).
4.3 Sumber Air dan Penggunaannya
Sapi diberikan air untuk minum ad libitum (tidak terbatas) sehingga ketersediaan air pada
peternakan sangatlah penting. Air juga digunakan untuk pembersihan kandang dan
kebutuhan MCK (Mandi, Cuci, Kakus) bagi seluruh karyawan. Sumber
air berasal dari sumur bor dan sungai yang berada disekitar perusahaan. Sumur bor
yang dimiliki sebanyak 1 unit dan air tersebut ditampung ke dalam water torn yang berjumlah 4 buah.
Sebanyak 3 buah berkapasitas 500 liter dan sisanya memiliki kapasitas 20.000
liter,.sedangkan air sungai ditampung di dalam bak berkapasitas 5000 liter yang
disiapkan untuk pembersihan kandang.
4.4 Peralatan Produksi
PT KAR telah menggunakan
pemerahan semi modern karena pemerahan yang dilakukan masih dengan menggunakan
ember dan 1 mesin pemerahan berkapasitas 30 liter. Sepuluh unit milk can berkapasitas
30 liter dan 2 unit milk can berkapasitas 15 liter serta 1 unit milk can
berkapasitas 10 liter digunakan untuk menampung susu selama pemerahan. Peralatan produksi yang menunjang
lainnya pada pemeliharaan sapi perah di PT KAR dapat dilihat pada Tabel 2.
No
|
Peralatan
|
Fungsi
|
Jumlah
|
1
|
Chooper
|
Mencacah
hijauan segar maupun jerami yang akan diberikan untuk ternak
|
2 unit
|
2
|
Mixer
|
Mencampur
bahan-bahan sehingga dihasilkan konsentrat
|
2 unit
|
3
|
Milk Bar
|
Memberikan
susu pada pedet yang sudah disapih dari induknya
|
4 unit
|
4
|
Timbangan
|
Menimbang
bahan pakan dan konsentrat
|
3 unit
|
5
|
Connector Ear Tag
|
Memasang
ear tag dan RFID
|
2 unit
|
6
|
Cooling Unit
|
Menyimpan
susu yang sudah diperah agar tidak rusak
|
1 unit
|
7
|
Mesin
Perah
|
Memerah
susu
|
1 unit
|
8
|
Milk Can
|
Menyimpan dan membawa susu ke koperasi
|
13 unit
|
9
|
Mobil
Pick Up
|
Membawa susu ke koperasi
|
1 unit
|
Sumber : PT Karya Anugerah Rumpin, 2013
4.5 Perkandangan
Kandang adalah bangunan sebagai
tempat tinggal ternak, yang ditujukan untuk melindungi ternak terhadap gangguan
dari luar yang merugikan seperti terik matahari, hujan, angin, gangguan
binatang buas, serta untuk memudahkan dalam pengelolaan (Nurdin, 2011). Kandang
diperlukan untuk melindungi ternak sapi dari keadaan lingkungan yang merugikan
sehingga ternak akan memperoleh kenyamanan. Keperluan kandang pemeliharaan sapi
potong tidak terlalu penting seperti pada pemeliharaan sapi perah karena
pemeliharaan sapi potong dapat dilakukan dengan sistem ladang ternak (Santoso,
2009). Kandang yang baik adalah kandang yang sesuai serta memenuhi kebutuhan
dan kesehatan sapi perah. Sedangkan kandang yang
efektif perlu direncanakan untuk memenuhi kebutuhan kesehatan dan kenyamanan
bagi ternak, aman dan menyenangkan bagi karyawan, efisiensi dalam penggunaaa
tenaga kerja dan peralatan serta mudah dalam pengawasan/pengontrolan penyakit
(Sudono et al, 2004).
Kandang sapi perah dilengkapi dengan selokan kecil memanjang pada bagian
belakang posisi sapi. Cara pengambilan kotoran biasanya dengan
mengguyurkan ke arah kotoran sapi yang berserakan sehingga, kotoran tersebut
langsung mengalir ke suatu bak penampungan (Setiawan, 2003).
Kontruksi kandang pedet berbeda dengan kandang sapi dewasa, terutama
mengenai perlengkapan dan ukuran luas kandang. Kandang pedet di PT KAR hanya
terdiri dari kandang kelompok. Kandang
ini mempunyai ukuran panjang 3 m , lebar 3 m, dan tinggi 2 m. Ukuran tempat
pakan masing-masing untuk panjang 150 cm, lebar 45 cm dan tinggi 34 cm.
Sedangkan untuk tempat minum masing-masing ukuran panjang adalah 30 cm, lebar
30 cm, dan tinggi 40 cm. Kandang pedet ditunjukkan oleh gambar 3.
Kandang sapi laktasi atau induk ini terbuat besi. Kandang tersebut mempunyai
ukuran panjang 68 m, lebar 10 m dan tinggi 6 m dengan kemiringan 0,33˚. Tempat
pakan berbentuk peddock dengan panjang
tempat pakan adalah 68 m, lebar 50 cm dan tinggi 55 cm sedangkan tempat minum
mempunyai ukuran panjang 68 m, lebar 25 cm dan tinggi 45 cm. Tipe kandang sapi
laktasi adalah head to head.
Kandang sapi kering mempunyai ukuran panjang 11 m, lebar 4 m dan tinggi 1,7
m. Tempat pakan di PT KAR merupakan tempat pakan peddock dengan ukuran panjang 12 m, lebar 50 cm dan tinggi 55 cm. Tempat
minum mempunyai ukuran panjang 12 m, lebar 25 cm dan tinggi luar 45 cm.
4.6 Gudang Pakan
Gudang berfungsi
sebagai ruang penyimpanan alat dan bahan yang diperlukan dalam jumlah banyak
untuk keperluan produksi. PT KAR memiliki 2 unit gudang yang terletak di 2 tempat
yaitu Desa Cibodas seluas 435 m2 dan Desa Rabak seluas 450 m2.
Gudang yang terdapat di Desa Cibodas digunakan sebagai penyimpanan bahan pakan,
sedangkan pada Desa Rabak digunakan sebagai pembuatan pakan konsentrat dan
penyimpanan alat dan bahan pakan.
5 PEMELIHARAAN
5.1 Pemeliharaan Pedet
Menurut
PT KAR, Sapi jantan
maupun betina yang berumur 0 hingga 6 bulan dikategorikan sebagai pedet. Pakan
utama pedet adalah susu. Pemberian susu di PT KAR disesuaikan dengan umur
pedet. Pedet yang baru lahir dibersihkan dari lendir yang terdapat pada mulut
dan tenggorokan sehingga pedet dapat bernapas dengan mudah dan dilakukan pemotongan
tali pusar kemudian diberikan iodine pada tali pusar yang telah dipotong
tersebut. Setelah 30 hingga 60 menit lahir, pedet diberikan kolostrum sebanyak 2
liter karena pedet yang baru lahir membutuhkan antibodi untuk menjaga ketahanan
tubuh dari penyakit Pemberian kolostrum di PT KAR berlangsung hingga
pada hari ke-7. Menurut
Ellyza (2011), pedet harus mendapatkan kolostrum ( yaitu susu yang dihasilkan
oleh induk yang baru melahirkan ) yang dihasilkan induk hingga 1 minggu setelah
kelahiran sebanyak tidak lebih dari 6% berat badannya. Kolostrum adalah produksi susu awal yang
berwarna kuning, agak kental dan berubah menjadi susu biasa sesudah 7 hari,
menjadi susu biasa yang dapat dikonsumsi manusia (Soetarno, 2003).
Pemberian
susu di PT KAR disesuaikan dengan umur pedet. Pedet yang umurnya 1 – 7 hari
diberikan susu kolostrum sebanyak 2 liter per hari dengan frekuensi pemberian 2
kali sehari. Pedet
yang berumur 7 – 30 hari diberikan susu murni sebanyak 3 liter dengan jumlah
pemberian sebanyak dua kali sehari .
Pedet dengan umur 2 – 3
bulan diberikan susu campuran, yaitu susu murni dan susu pengganti sebanyak 3
liter. Selanjutnya diberi pakan konsentrat sebanyak 1 kg per ekor per hari. Sedangkan
pedet yang berumur 3 – 6 bulan diberikan sebanyak 4 liter per ekor per hari dan
konsentrat serta hijauan dengan masing masing sebanyak 3 – 4 kg konsentrat per
ekor per hari dan 7 kg hijauan per ekor
per hari. Susu pengganti (milk replacer) adalah susu buatan untuk
menggantikan susu induk yang berasal dari bahan utama susu skim dengan
penambahan bahan-bahan yang berasal dari pengolahan ikan, buah, biji-bijian
tanaman pangan serta dilengkapi dengan vitamin dan mineral. Susu pengganti
diberikan ke pedet sebagai pengganti susu segar/susu induk selama periode
pra-sapih. Susu pengganti harus dibuat dengan bahan dan cara tertentu sehingga
memiliki kandungan nutrien serta mempunyai sifat fisik, khemis dan biologis
yang mirip dengan susu segar (Musofie et al., 2000). Untuk umur 1 tahun, pedet
sudah dimasukkan ke dalam sapi dara atau young
bull sehingga pakan yang diberikan hanya berupa konsentrat dan hijauan.
5.2 Pemeliharaan Dara
Sapi dara yang ada di
PT KAR berjumlah 13 ekor (terhitung hingga 19 Juli 2014) yang dipelihara di PEN
F07. Sapi tersebut dipelihara dalam kandang dara hingga mencapai kebuntingan
yang pertama, lalu kemudian dipindahkan ke kandang pemeliharaan sapi bunting
yaitu PEN F04. Sapi dara diberi pakan kebu, yaitu pakan dengan kandungan
protein dan energi yang rendah (kandungan protein sekitar 11.8%). Sapi dara adalah sapi perah betina
yang sudah dewasa kelamin sampai beranak pertama kali. Kedewasaan tubuh pada
sapi dewasa ini dicapai pada umur 15-18 bulan. Sehingga pada umur tersebut sapi
sudah bisa dikawinkan pertama kali. Sapi dara akan tumbuh terus dengan baik
sampai umur 4-5 tahun, apabila pakan yang diberikan cukup dan baik. Maka dari
itu, pakan sapi dara perlu diperhatikan baik dari segi kualitas maupun
kuantitasnya. Apabila sapi dara tidak diberi pakan yang baik ditinjau dari
kualitas maupun kuantitas, maka akan berakibat pada waktu beranak pertama kali,
yaitu besar badannya tidak mencapai ukuran normal, untuk beranak pertama kali
terlambat, dan produksi susu menurun (Utami dkk, 2004).
5.3 Pemeliharaan Sapi Dewasa
5.3.1 Sapi Laktasi
Sapi laktasi di PT. KAR berjumlah total 57 ekor hingga bulan Juli 2014. Sapi tersebut
terbagi dalam dua PEN yang berbeda, yaitu 27 ekor di PEN F01 dan 30 ekor di PEN
F02. Pakan konsentrat
yang diberikan adalah pakan dengan kode FH. Konsentrat diberikan sebanyak 20
kg/ekor/hari dan hijauan diberikan sebanyak 10 kg/ekor/hari. Pakan hijauan dan konsentrat diberikan
dengan frekuensi 2 kali per hari. Pemberian pakan hijauan dilakukan pada pagi
hari sekitar jam 9 pagi dan siang sekitar jam 1 siang. Sedangkan pakan
konsentrat pada pagi hari diberikan sekitar jam 7 pagi dan siang setelah
pemerahan. Menurut Suryahadi dkk, (1997),
konsentrat diberikan sebelum pemerahan dilakukan, tujuannya agar sapi menjadi
tenang sewaktu dilakukan pemerahan. Pemberian konsentrat dilakukan sebelum
hijauan diberikan dengan tujuan untuk merangsang kerja mikroba dalam rumen.
Konsentrat yang diberikan banyak mengandung energi. Menurut Anharoni et al.,
(2006), Metabolisme Energi (ME) yang dimakan diestimasikan sebagai jumlah
produksi panas, energi dalam susu, dan keseimbangan energi dalam tubuh.
5.3.2 Sapi Kering Bunting
Sapi kering bunting dipelihara dalam
PEN F04. Jumlah sapi kering bunting adalah 15 ekor (terhitung hingga 19 Juli
2014). Sapi kering bunting juga ada yang dipelihara dalam PEN perah yaitu F01
dan F02. Tujuannya adalah supaya sapi tersebut dapat dikontrol perkembangannya.
Biasanya sapi yang dikontrol seperti ini adalah sapi yang di IB menggunakan
semen dari sapi belgian blue yang
dimiliki oleh PT KAR. Selain memudahkan dalam pengontrolan kebuntingan,
penempatan sapi pada PEN perah ini juga bertujuan memudahkan pengontrolan
pemberian pakan pada sapi tersebut kandang perah menggunakan sistem pad dock. Sama seperti sapi dara, sapi
kering bunting diberi juga pakan kebu, yaitu pakan dengan kandungan protein dan
energi rendah.
Pakan dengan kandungan nutrisi yang baik akan kembali diberikan saat
usia kebuntingan 7 bulan. Tujuannya agar produksi susu sapi baik dan setelah
melahirkan dan menghindari resiko terkena milk
fever. Pemberian pakan
pada sapi bunting kering berupa konsentrat dan hijauan. Pakan hijauan yang diberikan
sebanyak 10 kg per ekor per hari. Sedangkan pakan konsentrat yang diberikan
sebanyak 20 kg per ekor per hari. Bagi sapi laktasi pakan yang diberikan berupa
konsentrat dan hijauan. Konsentrat diberikan 2 kali sehari pada pagi hari pukul
07.00 WIB sebelum pemberian hijauan, dan siang hari sebelum pemerahan pada
pukul 13.00 WIB.
5.4 Pemerahan
Pemerahan di PT Karya Anugerah Rumpin
dilakukan dua kali dalam satu hari dengan interval pemerahan antara 9 hingga 10
jam. Pemerahan pada pagi hari dimulai pada jam 5 pagi dan siang pada jam 1
siang. Teknik pemerahan menggunakan dua metode yaitu manual dan menggunakan
mesin. Sapi yang diperah dengan cara manual adalah sapi yang dipelihara dalam
PEN F02. Sedangkan sapi yang diperah menggunakan mesin adalah sapi yang
dipelihara pada PEN F01.
Produksi susu rata-rata per ekor per pemerahan adalah sekitar 4 sampai
5 liter. Susu yang dihasilkan pada pemerahan pagi lebih banyak dibandingkan
dengan produksi susu yang siang. Ini disebabkan oleh interval pemerahan dari
siang ke pagi lebih lama dibandingkan pagi ke siang sehingga produksi susu
lebih banyak. Interval
pemerahan ini sangat berpengaruh terhadap kandungan nutrien dalam susu
khususnya kandungan lemak (Gleeson et. al,
2007). Semakin lama interval pemerahan, maka semakin tinggi kandungan lemak di
dalam susu. Interval lain tidak dianjurkan karena perbedaannya terlalu besar.
Perbedaan yang terlalu besar berpengaruh buruk terhadap produksi susu
6 PAKAN
Pakan merupakan salah satu faktor penting yang menentukan keberhasilan
peternakan sapi perah karena biaya untuk pakan mencapai 60 – 70% dari total
biaya. Tujuan utama pemberian pakan pada sapi perah pada sapi perah adalah
menyediakan ransum yang ekonomis, tetapi dapat memenuhi kebutuhan hidup pokok,
kebuntingan, produksi susu induk, serta kebutuhan untuk pertumbuahn bagi ternak
yang masih muda. Agar produksi dapat terpenuhi secar optimal, perlu ketersediaan
pakan yang cukup, baik kualitas maupun kuantitas. Salah satu penyebab
produktivitas menurun adalah faktor kekurangan pakan atau pemberian hijauan dan
konsentrat tidak sesuai dengan kebutuhannya (Ako, 2013).
Pemberian pakan di PT KAR diberikan secara restricted feeding dengan pemberian dua kali sehari, yaitu pada
pagi hari dan siang hari. Pemberian pakan berupa hijauan dan konsentrat secara
terpisah, pakan hijauan diberikan setelah pemberian pakan konsentrat. Jumlah
pakan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan pokok sapi perah.
6.1 Konsentrat
Konsentrat merupakan pakan tambahan terhadap pakan utama pada sapi
perah. Namun, di PT KAR, konsentrat dijadikan sebagai pakan utama dibandingkan
dengan hijauan sehingga pakan konsentrat harus memiliki kualitas yang lebih
baik dari pakan hijauan. Umumnya, kualitas pakan konsentrat sangat bervariatif,
tergantung pada jenis bahan baku, musim, dan tempat asal sumber konsentrat
tersebut. Kualitas konsentrat yang sangat tinggi memiliki nilai TDN > 75%
dengan kandungan protein kasar > 16% (Ako, 2013).
Pakan konsentrat sapi perah di PT KAR terdiri
dari pakan kode pedet, pakan kode kerbau dan pakan kode FH. Pemberian kode
dilakukan untuk memudahkan dalam mengklasifikasi pakan dengan jumlah
nutrisinya. Pakan tersebut memiliki kandungan dan campuran yang berbeda. Pakan dengan
kode pedet memiliki berbagai macam bahan campuran, yaitu molases, palm meal, gandum, kulit kopi, gaplek, copra, onggok, soybean meal, pollard,
jagung, fish meal, karuk, zeolit, dan ampas kecap. Pakan dengan
kode FH memiliki kandungan bahan pakan, diantaranya molases, palm meal, gandum, dedak, gaplek, copra, onggok, soybean meal, jagung, fish
meal, peanut meal, wafer, karuk,
dan zeolit. Sementara pakan dengan
kode kerbau memiliki kandungan bahan baku pakan, yaitu molases, palm oil,
kulit kopi, copra, onggok, jagung, peanut meal, wafer, karuk, zeolit, ampas kecap, dan awul jagung.
Bahan-bahan yang digunakan tersebut berasal dari berbagai daerah.
6.2 Hijauan
Makanan hijauan merupakan bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan
dalam bentuk daun-daunan, ranting, bunga, dan batang. Umumnya memiliki kadar
air yang tinggi, sekitar 70 – 80% sedangkan sisanya merupakan bahan kering.
Fungsi pakan dalam usaha peternakan sapi perah sangat vital untuk menunjang
pertumbuhan, produksi, reproduksi, dan kesehatan ternak. Jenis bahan pakan yang
diberikan pada ternak perah sebaiknya memiliki palatabilitas yang tinggi, harga
terjangkau, tersedia secara kontinu, dan berkualitas agar dapat memberikan
produksi susu secara optimal dan susu yang dihasilkan berkualitas.
Hijauan segar yang digunakan di PT KAR ialah rumput gajah (Pennisetum
purpureum) dan tanaman jagung muda. Rumput gajah sangat potensial dimanfaatkan
sebagai sumber pakan hijauan pada ternak sapi karena mampu tumbuh dengan baik
pada daerah tropis dengan tingkat produksi hijauan pakan yang cukup tinggi dan
mempunyai nilai gizi yang cukup baik. Hijauan tersebut berasal dari daerah
Sukabumi karena di PT KAR belum terdapat hijuan yang cukup umur untuk dipanen.
Rumput gajah yang diberikan terlebih dahulu dipotong-potong sepanjang 5 cm
dengan menggunakan mesin chooper. Hijauan yang dipotong-potong tersebut dapat
meningkatkan kecernaan hijauan tersebut.
7 REPRODUKSI DAN KESEHATAN
7.1 Manajemen Reproduksi
Perkawinan yang
dilakukan di PT KAR adalah perkawinan buatan. Perkawinan
buatan sering dikenal dengan Inseminasi Buatan (IB) atau Artificial
Insemination (AI) yaitu dengan memasukkan sperma ke dalam saluran
reproduksi betina dengan menggunakan peralatan khusus (Blakely dan Bade, 1988).
Pengamatan terhadap
tanda-tanda birahi sapi sangat penting dilakukan sesuai dengan jadwal siklus
reproduksi sapi, dengan tujuan mengetahui waktu yang tepat untuk dilakukan IB. Exercise pada sapi betina perlu
dilakukan secara teratur agar terlihat aktivitas birahi seperti menaiki
temannya atau dinaiki temannya (Stevenson, J.S. 2001, Schefers et al. 2009). Selanjutnya, pemilihan
pejantan yang unggul perlu diperhatikan untuk mendapatkan bibit yang unggup
pula. Untuk itu, recording masing-masing sapi yang teratur akan sangat
menguntungkan dalam pemilihan bibit dan menghindari inbreeding. Inseminasi buatan di PT KAR dilakukan dengan
menggunakan semen yang telah diencerkan. Semen diencerkan dengan larutan iodine kemudian dimasukkan ke dalam
saluran reproduksi betina. Setelah 21 hari sapi yang telah di IB tidak
menunjukkan gejala minta kawin, maka kemungkinan telah terjadi kebuntingan. Jika
sapi tidak bunting setelah IB lebih dari 3 kali maka perlu dilakukan
pemeriksaan oleh dokter hewan mengenai status kesehatan organ-organ
reproduksinya. Tujuan dari periksaan ini adalah untuk mengetahui penyebab
gagalnya IB tersebut dan melakukan penanganan (Putro, P.P. 2009, Stevenson, J.S
2001).
7.2 Penanganan Kelahiran Pedet
Penanganan pedet
ketetika dilahirkan, pengawasan yang dilakukan pada malam dimana waktunya induk
sapi tersebut melahirkan yang sudah di prediksi kelahirannya. Umumnya kelahiran
pedet di PT Karya Anugerah Rumpin biasanya terjadi pada malam hari. Untuk itu
pengawasan pada malam hari harus benar-benar intensif. Ketika pedet dilahirkan,
yang pertama dilakukan adalah mempersiapan alat-alat yang dibutuhkan selama
proses kelahiran, seperti kain atau handuk, iodine, pemotong tali pusar dan air
hangat. Penganan pertama pastikan bahwa induk pedet dapat melahirkan anaknya
secara normal tanpa memerlukan bantuan, setelah pedet berhasil keluar dengan
normal, segera keringkan bagian muzzle,
dan tali pusar yang langsung diberi iodine sesegera mungkin. Induk yang baru melahirkan pastinya
memproduksi susu kolostrum, susu kolostrum sangat dibutuhkan pedet yang baru
lahir sampai umur 3 hari. Pedet selesai menyusui dari induknya, kemudian pedet
dipindahkan ke dalam kandang pedet individu. Hal ini sesuai dengan Utami, dkk
(2004) bahwa pedet yang baru lahir, lendir pada tubuh harus segera dibersihkan
sampai kering. Setelah dibersihkan, pedet ditempatkan pada kandang individu
yang dialasi jerami kering supaya pedet mendapatkan kehangatan.
7.3 Manajemen Kesehatan
Pengontrolan
kesehatan di PT Karya Anugerah Rumpin dilakukan secara berkala oleh para
petugas kandang dengan melihat bak pakan, cairan di sekitar mulut, dan mata.
Bak pakan berperan penting terhadap indikator kesehatan karena apabila bak
pakan masih berisi pakan yang telah diberikan kemarin maka ada kemungkinan sapi
tersebut sakit, karena biasanya pengecekan dilakukan pada pagi hari.
Penyakit pada ternak sapi perah biasanya muncul karena
kondisi kandang atau lingkungan yang kurang baik. Oleh karena itu, pencegahan
terhadap serangan penyakit pada ternak sapi perah perlu dilakukan, di antaranya
dengan menjaga kebersihan ternak dan lingkungannya serta pemberian vaksin
secara rutin. Selain itu, ternak sapi perah juga harus sering dimandikan. Begitu
juga kotoran dalam kandang harus setiap hari dibersihkan seperti lantai
kandang, tempat pakan dan tempat air minum, serta saluran pembuangan sehingga
dapat memberikan kenyamanan bagi ternak perah tersebut. Jenis hama yang
berpotensi menjadi sumber penyakit pada ternak sapi perah adalah bakteri,
virus, parasit, jamur, dan serangga. Soeharsono (2008) mengemukakan bahwa
faktor-faktor yang menimbulkan kelainan atau mengganggu laktasi anatara lain
bersifat nutrisional yang umumnya karena defisiensi zat makanan dan penyakit
menular. Di PT KAR ditemukan beberapa penyakit yang umumnya menyerang ternak
perah, baik yang masih berumur pedet maupun sapi dewasa.
7.3.1 Pneumonia
Penyakit yang biasanya menyerang pedet ini disebabkan
oleh udara yang terlalu dingin, kelembapan kandang yang terlalu lembap, dan
alas kandang yang berbahan jenis debu atau partikel kecil yang mudah terhirup
oleh pedet (Soeharsono, 2008). Selanjutnya Blood dkk. (1989) menyatakan bahwa
pneumonia juga dapat disebabkan oleh berbagai agen penyakit antara lain
bakteri, virus, atau gabungan keduanya, jamur, parasit, agen kimia, dan agen fisik.
Giles dkk (1991) mengisolasi 2 macam bakteri pada sapi yang menderita pneumonia, yaitu P. multocida dan P.
haemolitica. Gejala penyakit pneumonia diantaranya adalah batuk-batuk,
napas cepat, suhu badan naik, mata tak bercahaya, nafsu makan turun, badan
lemah, bulu-bulu badan kasar kering, dan keluar cairan yang berbau dari hidung
(Sudono, et al., 2003). Di PT KAR,
pedet yang terserang pneumonia disebabkan karena alas kandang yang digunakan
berupa sekam. Selanjutnya, petugas dokter hewan menyarankan untuk mengganti
alas kandang sekam dengan alas kandang jerami sehingga diharapkan dapat
menurunkan angka mortalitas yang terjadi pada pedet di PT KAR. Pedet juga
diberikan vitamin, antibiotik, dan pakan hijauan yang berkualitas baik untuk
menjaga kondisi kesehatan pedet. Menurut Sudono et al., (2003), pencegahan
penyakit pneumonia dapat dilakukan dengan cara menjaga kandang tetap kering,
hangat, tidak lembap, cukup mendapat sinar matahari, dan sirkulasi udara baik.
7.3.2 Brucellosis
Brucellosis merupakan penyakit infeksi kronis
pada sapi yang menyebabkan terjadinya abortus, pedet lahir lemah atau
kematian pedet, infertilitas, dan penurunan produksi susu (Enright 1990 dalam
Martindah kk. 2009). Sapi pada semua umur peka terhadap brucellosis dan infeksi ini dapat berlangsung selama
bertahun-tahun. Pada hewan jantan, brucellosis dapat mengakibatkan infeksi pada
testis. Brucellosis juga merupakan salah satu penyakit zoonosis yang dapat
menginfeksi manusia (Young 1983 dalam Martindah dkk. 2009). Pada kebanyakan kasus,
brucellosis di PT KAR terjadi pada sapi yang telah melahirkan dengan frekuensi
lebih dari 3 kali karena banyaknya fase kebuntingan yang dapat dengan mudah
terserang penyakit ini. Pencegahannya adalah dengan pemberian vaksin strain 19,
pemisahan antara sapi sehat dan sapi yang sakit, serta mengutamakan perkawinan
buatan atau inseminasi buatan (IB).
7.3.3 Diare
Diare ganas sapi, Musocal
disease, atau BVD (Bovine virus diarrhea)
umumnya terjadi pada sapi yang berumur kurang dari 2 tahun. Meskipun penyakit ini
juga dapat menyerang sapi dewasa, tetapi biasanya terbatas pada sapi yang
berumur kurang dari 4 tahun (Soeharsono, 2008). Diare merupakan penyakit yang
disebabkan gangguan saluran pencernaan oleh bakteri, makanan, lingkungan atau
udara yang dingin (Cahyono, 2010). Di PT KAR, penyakit ini menyerang pedet yang
berumur kurang dari satu tahun. Menurut Nurdin (2011), penyakit diare sering
terjadi pada enam minggu pertama setelah kelahiran pedet yang disebabkan oleh
buruknya sanitasi dan kekurangan susu sehingga kondisi tubuh menurun. Pedet
yang terserang diare juga mengalami gangguan pneumonia akibat cuaca dingin dan
hujan sehingga menyebabkan pedet yang sedang dalam masa penyembuhan terserang
oleh penyakit ini. Penanganannya dengan menambahkan kunyit sebanyak 2 ruas jari
yang telah dihaluskan ke dalam susu dan
diberikan dengan frekuensi pemberian 2 kali sehari, yaitu pada pagi dan sore
hari.
7.3.4 Milk Fever
Parturient paresis ialah suatu penyakit metabolik yang terjadi pada saat melahirkan (72
jam setelah melahirkan) pada hewan betina dewasa dengan karakteristik hypocalcemia, kelemahan otot secara menyeluruh,
sirkulasi kollap, depresi, dan hilang kesadaran (Martindah dkk. 2009). Menurut
Sudono et al., (2003), penyakit milk
fever disebabkan kekurangan zat kapur dalam darah (hypolcalcemia) dan biasa
terjadi 72 jam setelah beranak, penyakit ini umumnya terjadi pada sapi berumur
5-9 tahun.. Gejala yang timbul ialah otot akan terus berbaring, nafsu makan
hilang, telinga dingin, kaki belakang lemah, dan sulit digerakkan. Menurut
Hutjens dan Aaselt (2005), sekitar 90% penyakit milk fever terjadi setelah induk melahirkan pedet, dengan gejala
1-24 jam setelah melahirkan. Langkah awal yang dilakukan oleh petugas kandang
adalah dengan memindahkan sapi-sapi yang terserang milk fever ke kandang
isolasi. Sapi yang terserang penyakit ini diberikan tindakan injeksi calsium borogluconate sebanyak 250-500
ml secara intravena dan apabila sapi sudah dapat bergerak, segera diberikan
pakan hijaun segar agar kondisi tubuhnya semakin baik. Menurut Hutjens dan
Aaselt (2005), pengobatan dapat dilakukan dengan cara memberikan calcium gluconate secara intravenous
dengan dosis 1 gram setiap 45 kg bobot badan dengan waktu 10-20 menit.
8 PENANGANAN LIMBAH
Ternak
sapi perah mennghasilkan limbah yang cukup berlimpah dan apabila tidak dikelola
dan dimanfaatkan dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Limbah
peternakan adalah
semua buangan yang meliputi semua kotoran yang dihasilkan dari usaha peternakan yang bersifat padat, cair, gas dan
sisa pakan (Pariera, 2009). Oleh karena itu, limbah ternak membutuhkan
perhatian yang serius untuk dapat dimanfaatkan, sehingga tercipta sistem
peternakan yang ramah lingkungan. Rata-rata jumlah produk feses dan urine per
ekor per hari pada ternak sapi sekitar 8% dari berat badan. Firman (2010)
mengemukakan bahwa jumlah kotoran sapi perah dewasa dalam bentuk padat dan cair
bisa mencapai 30 – 40 kg/ekor/hari.
Kompos adalah
produk akhir dari proses pengomposan limbah organik, tersusun dari senyawa
organik dan anorganik yang stabil, tidak berbau, berwarna coklat tua sampai
kehitaman, lembap, dan aman digunakan sebagai pupuk ataupun pembenah tanah. Pengomposan
adalah degradasi dan stabilisasi bahan organik secara aerob yang dilakukan oleh
mikroorganisme di bawah kondisi lingkungan yang terkendali dengan hasil akhir
berupa produk mirip humus (Triatmojo, 2008).
Limbah yang dihasilkan oleh
peternakan PT KAR terdiri dari limbah padat dan cair. Limbah padat berasal dari
sisa pakan dan feses ternak. Pengolahan limbah yang dilakukan PT KAR saat ini
hanya memanfaatkan limbah padat saja. Feses ternak dan limbah cair dialirkan menuju tempat penyaringan, disaring
untuk mendapatkan limbah padatnya saja. Limbah padat dipindahkan ke tempat
penampungan untuk dilakukan pengadukan dan pengeringan sehingga dihasilkan
kompos. Kompos kemudian disaring dan dimasukkan ke dalam karung pupuk yang
telah disediakan.
9 PEMASARAN
9.1 Rantai Tataniaga
Susu yang
diproduksi di PT KAR dipasarkan dalam bentuk susu murni. Susu dijual ke
Koperasi Produksi Susu (KPS). Harga susu per liter dihitung berdasarkan kadar
lemak susu. Susu yang dapat diterima di Koperasi Pengolahan Susu adalah susu
dengan kadar lemak minimum 3.3% dengan harga sekitar Rp3300. Jika kadar lemak susu tinggi maka harga per liternya juga
akan naik. Misalkan kadar lemak susu adalah 4% maka susu dapat dihargai Rp4000
per liter. Rantai tataniaga pada
penjualan susu dapat dilihat pada Gambar 6.
Dari KPS, sebagian dari susu tersebut ada yang diolah
menjadi susu siap minum untuk selanjutnya dijual langsung ke masyarakat.
Sebagian lainnya dijual kembali ke perusahaan pengolah susu seperti Cimory yang
menjadi mitra dari KPS.
10 SIMPULAN
Manajemen pemeliharaan sapi perah di
PT KAR sudah cukup baik. Namun, produksi susu yang dihasilkan masih belum
sesuai dengan standar sehingga perlu meningkatkan manajemen baik dari segi
pemeliharaan maupun segi penanganan penyakit. Penanganan penyakit di PT KAR
lebih menekankan pada pencegahan melalui sanitasi dan komposisi pakan yang
tepat. Sanitasi dilakukan pada saat pemeliharaan, pemerahan, dan penanganan
sapi melahirkan, sedangkan komposisi pakan yang diberikan disesuaikan dengan
kebutuhan baik pada saat periode laktasi maupun kering bunting.
DAFTAR PUSTAKA
Ako, Ambo. 2013. Ilmu
Ternak Perah Daerah Topis. Bogor (ID): IPB Press.
Anharoni, Y, A. Brosh and E. Kafchuk. 2006. The Efficiency of Utilization of Metabolizable
Energy for Milk Production: a Comparison of Holstein with F1 Montbeliarde 3 Holstein
Cows. British Society of Animal Science. Volume 82. Page 101-109.
Blakely, J. and D. H.Bade, 1988.The
Science of Animal Husbandry. Penterjemah: B. Srigandono. Cet. ke-2. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Blood, D.D., Radostits, O.M., Henderson, J.A. 1989.
Veterinery Medicine, A Textbook of the Diseases of Cattle, Sheep, Pigs, Goats
and Horses, 6 th Ed. The English Language Book Society and Bailliere Tindall.
London.
Cahyono, B. 2010. Sukses
Beternak Sapi dan Kerbau. Pustaka Mina. Jakarta.
Ellyza. 2011. Manajemen Sapi Perah. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Firman, A. 2010. Agribisnis
Sapi Perah, Bisnis Sapi Perah dari Hulu sampai Hilir. Penerbit Widya
Padjajaran. Bandung.
Gilles, C.J., Grimshaw, D.J., dan Smith, D.G. 1991. Efficacy
of Danafloxacinin the Therapy of Acute Bacterial Pneumonia in Housted Beef
Cattle. Vet. Rec. 128, 296-300.
Gleeson, D. E, B. O’Brien, L. Boyle and B. Earley. 2007. Effect
of Milking Requency and Nutritional Level on Aspects of The Health And Welfare
of Dairy Cows. The Animal Consortium. Volume 1. Page 125 – 138.
Hutjens, M. dan Aaselt, E. 2005. Caring for Transition Cows. Hoards & Sons Company. Fort Tkinson
USA.
Martindah, S. dan Adiarto.
2009. Ilmu Ternak Perah.
Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Musofie, A., N. Kusumawardani dan Aryogi. 1992. Pengaruh Penggunaan Susu
Skim Dalam Milk Replacer Terhadap
Pertumbuhan Pedet Sapi Perah. Jurnal Ilmiah Penelitian Ternak Grati. Sub
Balai Penelitian Ternak Grati. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen
Pertanian.
Nurdin, E., 2011. Manajemen
Sapi Perah. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Pariera. 2009. Ilmu
Ternak Perah. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Putro, P.P. 2009. Manajemen
Kesehatan dan Reproduksi Sapi Perah. Bagian Reproduksi dan Obstetri.
Fakultas Kedokteran Hewan. Universits Gadjah Mada.
Santosa, U. 2009. Mengelola Peternakan Sapi Secara
Profesional. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.
Schefers, J.M., Weigel, K.A., Rawson, C.L., Zwald, N.R., and
Cook, N.N. 2010. Management Practices Associated With Conception Rate and
Service Rate of Lactating Holstein Cows in Large, Commercial Dairy Herds. J.
Dairy Sci. 93: 1459-1467.
Soeharsono. 2008. Ilmu
Produksi Ternak Perah. Penerbit Widya Padjajaran. Bandung.
Soetarno. 2003. Pemeliharaan
Sapi Perah Laktasi di Daerah Dataran Rendah. PT Citra Aji Parama.
Yogyakarta.
Sri Utami, Siswandi dan Abungamar Yahya. 2004. Lecture
Note Manajemen Ternak Perah. Fakultas Peternakan. Unversitas Jendral
Soedirman. Purwokerto.
Stevenson, J.S. 2001. Reproductive Management of Diary
Cows in High Milk-Producing Herds. J. Dairy Sci. 84 (E. Suppl.): E128-E143.
Sudono, A., Rusdiana, R.F., dan Setiawan, B.S. 2003. Beternak Sapi Perah Secara Intensif.
Agromedia Pustaka. Jakarta.
Sudono, A., Rusdiana, R.F., dan Setiawan, B.S. 2004. Beternak Sapi Perah Secara Intensif.
Agromedia Pustaka. Jakarta.
Suryahadi, H., T.
Toharmat, Nahrowi, Hadiyanto, I. G Permana dan I. Abdullah. 1997. Manajemen
Pakan Sapi Perah. Kerjasama Fakultas Peternakan IPB dengan GKSI-CCA Kanada.
Triatmojo, S. 2008. Manajemen Limbah Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah
Mada. Yogyakarta.
LAMPIRAN
Lampiran
Struktur Organisasi PT KAR
mas
ReplyDeletegak bisa di download ya? buat referensi saya
ReplyDeleteMohon maaf bisa tanya untuk magang atau pkl ke sana harus hubungi kemana? Terimakasih
ReplyDelete